Women Movement on Planting and Conservation

First Lady of Indonesia Starts the Women Movement on Planting and Conservation

Jakarta: Right at 08.00 WIB on Monday (1/12) in Gelanggang Ocean, Ancol, Ibu Ani Bambang Yudhoyono pressed sirine as a sign of the start of the Women Movement on Planting and Conservation. Then Mrs. Ani accompanied Mrs. Mufidah Jusuf Kalla to tree planting, joined simultaneously by women across the country. Year 2008 was the Women Movement on Planting and Conservation, taking the theme of Food Support and Family Health.

Ibu Ani planted bread fruit ("sukun"), which is the chief crops planted in 2008 in addition to coconut trees and other productive trees. Meanwhile, Mrs. Mufidah hybrid coconut tree planting. Besides planting trees, Mrs. Ani also spread the seeds of 15 thousand fish milkfish (size glondongan). The present invitation to participate in tree planting and distribution of fish seed. Trees planted, among others, tree menteng, bisbul, buni, harp, Sawo duren, ceremai, ASEM-bred, and kemang.

The Chairman of the Executive Committee, Any Freddy Numberi, reported that Women Movement on Planting and Conservation 2008 was a continuation of 2007 activities, fully supported by seven women organizations, such as SIKIB, Kowani, Dharma Wanita Persatuan, Dharma Pertiwi, Bhayangkari, PKK and APPB. "The prioritized plants to be planted in 2008 are bread fruit ("sukun"), and coconut," Any explained.

"Besides the two plants, related to efforts to achieve food security and family health, it is advised to sow the kind of productive plants and dig up a local plant diversity, plant fruits, nutritious crops for the drug. Planting trees is also joined with the spread of different types of fresh fish, local fish and seaweed, "he added.

Ibu Ani proudly said she was happy with all women in all regions from Sabang to Merauke, who could keep the tree to plant and sow seeds of fish to save the earth and Indonesia towards food security for the family children and grandchildren. "Last December 1st, 2007, Indonesian women joined together and kept doing the planting 10 million trees as a real commitment and action to save the earth," said Ibu Ani.

"From 10 million trees targeted, the result turns out to reach 15 million productive trees and other tree hard. Alhamdulillah, due to our seriousness, we also have gained recognition and received an award from the United Nations Environment Program in the form of a Certificate of Global Leadership given to the First Lady of RI, representing Indonesian women, "Ibu Ani explained, receiving applauses from the invited guests.

Previously, waiting for the start at 8a.m., the envoy of Environment and musician Nugie entertained the audience with the song "World, let's share" (Dunia Berbagilah), illustrating about the love towards the environment.

Attending the event, among others, were Mendagri Mardiyanto, Mentan Anton Apriyantono, Menhut MS Kaban, Minister of Marine and Fisheries Freddy Numberi, the Governor of DKI Jakarta Fauzi Bowo and seven women's organizations, pioneering Women Movement on Planting and Conservation. After planting trees and distributing seeds, Ibu Ani visited the Smart House of the Ocean Park (Gelanggang Samudera) that was inaugurated SIKIB Chairman Murniati Widodo AS last May 4, 2008 (www.presidensby.info)

INDONESIAN VERSION :

Tepat pukul 08.00 WIB hari Senin (1/12) di Gelanggang Samudera, Ancol, Ibu Ani Bambang Yudhoyono menekan tombol sirine sebagai tanda dimulainya Gerakan Perempuan Tanam dan Pelihara Pohon. Selanjutnya Ibu Ani didampingi Ibu Mufidah Jusuf Kalla melakukan penananam pohon, dikuti secara serentak oleh kaum perempuan di seluruh Indonesia. Tahun 2008 ini Gerakan Perempuan Tanam dan Pelihara Pohon mengambil tema Mendukung Ketahanan Pangan dan Kesehatan Keluarga.

Ibu Ani menanam pohon sukun atau bread fruit yang merupakan tanaman prioritas yang ditanam tahun 2008 selain pohon kelapa dan pohon produktif lainnya. Sementara Ibu Mufidah menanam pohon kelapa hybrida. Selain menanam pohon, Ibu Ani juga menyebarkan 15 ribu benih ikan bandeng (ukuran glondongan). Para undangan yang hadir ikut melakukan penanaman pohon dan penyebaran benih ikan. Pohon yang ditanam antara lain, pohon menteng, bisbul, buni, kecapi, sawo duren, ceremai, asem jawa, dan kemang.

Ketua Panitia Pelaksana Any Freddy Numberi melaporkan bahwa Gerakan Tanam dan Pelihara Pohon 2008 merupakan kegiatan lanjutan dari tahun 2007 yang didukung secara penuh tujuh organisasi perempuan yaitu SIKIB, Kowani, Dharma Wanita Persatuan, Dharma Pertiwi, Bhayangkari, PKK dan APPB. “Tanaman prioritas yang ditanam tahun 2008 adalah pohon sukun dan kelapa,” jelas Any.

“Selain dua tanaman tersebut, terkait dengan upaya mewujudkan ketahanan pangan dan kesehatan keluarga disarankan untuk menanam jenis-jenis tanaman produktif serta menggali keanekaragaman tanaman lokal, tanaman buah-buahan, tanaman yang berkhasiat untuk obat. Penanaman pohon itu dirangkai juga dengan penebaran berbagai jenis ikan tawar, jenis ikan lokal serta rumput laut,” tambahnya.

Ibu Ani mengungkapkan rasa bangga dan bahagianya bersama seluruh perempuan di seluruh pelosok tanah air dari Sabang sampai Merauke, dapat menanam dan memelihara pohon serta menabur benih ikan untuk menyelamatkan bumi Indonesia serta menuju ketahanan pangan keluarga demi anak cucu. “Tanggal 1 Desember 2007 lalu kaum perempuan Indonesia telah bersama-sama melakukan tanam dan pelihara 10 juta pohon sebagai komitmen dan tindakan nyata guna menyelamatkan bumi,” kata Ibu Ani.

“Dari 10 juta pohon yang kita targetkan, ternyata hasilnya mencapai 15 juta pohon produktif dan pohon keras lainnya. Alhamdulillah, kesungguhan kita juga telah mendapatkan pengakuan dan mendapat penghargaan dari United Nations of Environment Program berupa Certificate of Global Leadership yang diberikan kepada Ibu Negara RI mewakili perempuan Indonesia,” Ibu Ani menerangkan disambut tepuk tangan undangan.

Sebelumnya, untuk menunggu tepat pukul 08.00 WIB, duta lingkungan hidup musikus Nugie menghibur para undangan dengan persembahan lagu Dunia Berbagilah yang mengisahkan tentang kecintaan terhadap lingkungan.

Hadir dalam acara tersebut antara lain, Mendagri Mardiyanto, Mentan Anton Apriyantono, Menhut M.S. Kaban, Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo dan tujuh organisasi perempuan yang memotori Gerakan Perempuan Tanam dan Pelihara Pohon. Usai melakukan penanaman pohon dan penyebaran benih, Ibu Ani meninjau Rumah Pintar Gelanggang Samudera yang telah diresmikan Ketua SIKIB Murniati Widodo A.S. pada 4 Mei 2008 lalu.
(www.presidensby.info)

Threaten the Coral Triangle Damage (Ancaman pada Kerusakan Coral Triangle)

Denpasar - The global warming threatens to cause damages to the coral triangle area triangle or coral reefs in the six countries, namely Indonesia, Malaysia, Salomon Islands, Papua New Guinea, Timor Leste, and the Philippines.

Damage to coral reefs triangle is feared to ruin the life of local people in the surrounding areas. The first local people became the first victims due to the coral reef damage.

To anticipate and to save coral reefs from global warming, the environmental activists from six countries designed the protocol for adaptation on saving coral reefs.

The protocol design was discussed in the workshop on planning the impact of climate change on coral reefs, participated by 40 researchers, government representatives and NGOs at Mercure Sanur hotel, Mertasari road, Denpasar.

More than 50 percent of coral reefs of the world species live in the coral triangle area. According to Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), as much as 30 percent of world's coral reefs were dead due to the El Nino storms in 1998. It was predicted that in 10 years there will be another 30% damage.

"Total damage to coral reefs will reach 60 percent," said Elizabeth Mc Ieod, a Researcher Climate Adaptation Asia Pacific Region, on Thursday (4/8/2009).

To minimize impact the coral reefs damage to local communities, two steps are required, namely through satellite monitoring and early warning information network. Monitoring of satellite has the aim to monitor whether any coral reef is damaged.

"Is it true there has been coral reef damage, and what will be the next predictions?" said Elizabeth.

Meanwhile, the network of early warning information is aimed at presenting the results analyzed by NOAA (National Oceanic and Atmosphere Administration) to local communities. "The network was built to speed information to the local community," said NOAA Coral Reef Watch Scoot F. Heron.

The biggest challenges faced by the activists is how the technology is beneficial for local communities that will be directly affected due to the coral reefs damage in the area of this coral triangle.

INDONESIAN VERSION

Denpasar - Pemanasan global mengancam kerusakan terumbu karang di kawasan coral triangle atau segitiga terumbu karang yang ada di enam negara, yaitu Indonesia, Malaysia, Kepulauan Salomon, Papua Nugini, Timor Leste, dan Philipina.

Kerusakan segitiga terumbu karang ini dikhawatirkan merusak kehidupan masyarakat lokal yang berada di sekitarnya. Masyarakat lokal yang pertama kali menjadi korban akibat kerusakan terumbu karang ini.

Untuk mengantisipasi dan menyelamatkan terumbu karang akibat pemanasan global ini, para aktivis lingkungan dari enam negara tersebut merancang protokol adaptasi penyelamatan terumbu karang.

Rancang protokol tersebut dibahas dalam workshop perencanaan dampak perubahan iklim terhadap terumbu karang yang diikuti 40 orang peneliti, perwakilan pemerintah dan LSM di hotel Mercure Sanur, jalan Mertasari, Denpasar.

Lebih dari 50 persen spesies terumbu karang dunia hidup di kawasan coral triangle. Berdasarkan data Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), sebanyak 30 persen terumbu karang dunia telah mati akibat badai el nino pada 1998 lalu. Diprediksi, pada 10 tahun ke depan akan kembali terjadi kerusakan sebanyak 30 persen.

“Total kerusakan terumbu karang akan mencapai 60 persen,” kata Elizabeth Mc Ieod, seorang Peneliti Adaptasi Iklim Wilayah Asia Pasifik, Kamis (4/8/2009).

Untuk meminimalkan dampak kerusakan terumbu karang kepada masyarakat lokal, diperlukan dua langkah, yaitu pemantauan melalui satelit serta jaringan informasi peringatan dini. Pemantauan dari satelit bertujuan untuk memantau apakah terjadi kerusakan terumbu karang.

“Apakah benar terjadi kerusakan terumbu karang serta meramalkan kejadian berikutnya,” kata Elizabeth.

Sedangkan jaringan informasi peringatan dini ini bertujuan untuk menyampaikan hasil analisa yang diperoleh oleh badan dunia NOAA (National Cceanic and Atmospheire Administration) tersebut kepada masyarakat lokal. “Akan dibangun jaringan untuk mempercepat informasi tersebut kepada masyarakat lokal,” kata NOAA Coral Reef Watch Scoot F. Heron.

Tantangan terbesar yang dihadapi oleh para aktivis ini adalah bagaimana agar teknologi ini bermanfaat bagi masyarakat lokal yang akan terkena dampak langsung akibat kerusakan terumbu karang di kawasan coral triangle ini.

SEA FOREST & GLOBAL WARMING (HUTAN LAUT DAN GLOBAL WARMING)

World Ocean Conference (WOC) held May 11-15 in Manado, North Sulawesi, has reminded us of the nations in the world, especially Indonesia, of how important preservation and beauty of marine environments to maintain the climate stability and prevent the occurrence of global warming (the increase in earth temperature).

Sea forest that covers a wide variety of marine life requires carbon dioxide as food - as well as plants in the forest - in extremely high percentage, ranging from single-cell microorganisms to unicellular microorganism. Marine biotas, which absorb the carbon dioxide, are capable of reducing the heating temperature of the earth.

One of the marine biotas to absorb the most carbon dioxide gas is a green variety of seaweed (algae). Simple organisms that live in the sea have this great ability to absorb carbon dioxide and that can be processed into biofuel--an environmental-friendly fuel.

Laboratory-scale research in the "Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi" (BPPT) proved capable of algae in the sea to grow 20-25 times in just 15 days fed with carbon dioxide (CO2).

After algae of the chaetoceros sp, with the initial number of 40,000 cells per mililiter, is fed with CO2 into 780,000 cells per ml in 15 days, even chlorella sp beginning with the number of 40,000 cells per ml to 1 million cells per ml in 15 days, said the Head of BPPT, Dr Marzan Aziz Iskandar, in a recent seminar titled "Implementation of Carbondioxide Emission Reduction as mitigation efforts of the Global Warming" in Jakarta.

Ganggang dari jenis chaetoceros sp dengan jumlah sel awal 40.000 sel per mililiter setelah diberi CO2 menjadi sebesar 780.000 sel per ml dalam 15 hari, bahkan chlorella sp dengan jumlah sel awal 40.000 sel per ml menjadi 1 juta sel per ml dalam 15 hari,kata Kepala BPPT Dr Marzan Aziz Iskandar dalam seminar “Implementasi Pengurangan Emisi Karbondioksida sebagai Upaya Mitigasi Global Warming” belum lama ini di Jakarta.


This could be the beginning of the concept of absorption of carbon in the sea have the sea potential. Indonesia is very wide, so the government can take a large role in the effort to reduce global warming. On the other hand, objects can also be harvested as a biofuel raw material efficiency of the process has a 40% higher than creating a biofuel raw material with palm oil (CPO).

In the future, carbon capture and absorption of the algae can be applied to the discharge of carbon emissions from the steam power plants (PLTU), which is usually built on the edge of the sea. Reduction of carbon emissions from the industry, instead of using carbon capture sequestration like this, can also be done with the utilization of renewable energy and improved technology, capable of resulting in energy efficiency and improving production processes to be more fuel-saving. ***

Indonesia contributes 7% of the world that comes from carbon dioxide, equivalent to 2.5 billion tons of carbon dioxide CO2. This amount is serious enough to affect the rate heating of earth temperature (global warming). The amount of CO2 pollutant is, among others, caused by the size of the speed and rate of deforestation in Indonesia, reaching 1-2 million hectares per year. Of course the source of pollutants in this land must be immediately stopped.

The government must dare to make a logging moratorium (official ending) until a certain time limit so that the barren forest will grow and recover. When it is recovered, the government must apply the rules of strict logging and be consistent, so that the amount of wood being felled/cut down does not bother the forest conservation.

Indonesia, countries that have forests in the wide world, play very important roles to keep the lungs of the world in order to overcome global warming. However, we often do not realize that 2/3 of Indonesia region also functions as oceans and has a role big enough in the binding of carbon emissions, even doubling the capacity of absorption of carbon dioxide (carbon sinks) by the forest.

Emissions of carbon to the sea is absorbed by fitoplankton number of very much at sea, drowned and then to the sea bottom or turn into a source of energy when fitoplankton are eaten by fish and other marine biota. In addition to various types of phytoplanktons, Indonesia is also rich with coral reefs that can absorb carbon dioxide.

Coral reefs that live in the bottom of the sea and the forest like this not less than its function in the framework of forest carbon dioxide absorption. Unfortunately, we know, global warming also brings threats to the coral reefs of Indonesia, which is the heart of the world's coral triangle (heart of the global coral triangle).

Coral triangle includes Indonesia, the Philippines, Malaysia, Timor Leste, Papua New Guinea and the Solomon Islands--a region with the highest marine biodiversity in the world, especially coral reefs. Global warming has increased sea water temperature so that the coral reefs become stressed and experience bleaching (bleaching).

If this situation continues, coral reefs will experience death. On the other hand, coral triangle has important functions for human life. More than 120 million people depend on their life and coral reef fisheries in the area. For the past two decades, coral triangle has also been the research centre of marine experts of the world.

In 2005, The Nature Conservancy Coral Triangle Center (TNCCTC), an international conservation organization that also runs programs in Indonesia and the Pacific countries, had an international workshop in Bali that was attended by marine experts with the objective to set a limit of coral coverage triangle.

At the end of the workshop, the experts succeeded in mapping marine coral triangle which includes countries in the top with a total 75,000 km2 coral reef. Indonesia owns coral reefs about 51,000 km2, which accounts for more than 21% coral reefs worldwide.

See the role and strategic position, the President of the Republic of Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono at the APEC meeting in Sidney has been announced and invites countries in the world, particularly in the Asia Pacific region, to maintain and protect the coral triangle.

Indonesia with five other countries, the Philippines, Malaysia, Timor Leste, Papua New Guinea and the Solomon Islands, agreed coral reef protection initiative, called the Coral Triangle Initiative (CTI). This initiative also has the support and positive response from developed countries, such as the United States and Australia.

From the perspective, we know how important the position of Indonesia in the effort to rescue human beings from the earth's temperature increase. If it comes to awareness, and the government can take advantage of such conditions smartly, it may be possible that Indonesia becomes the centre of attention on "sustainable ecosystem" to prevent global warming, and this impact on the earth's temperature will increase employment, expand public education, and improve the economy of Indonesia. (* )

Author: Lecturer Bogor Institute of Agriculture (IPB)
Source: Harian Seputar Indonesia, Friday 15 May 2009


INDONESIAN VERSION :
World Ocean Conference (WOC) yang berlangsung 11–15 Mei di Manado, Sulawesi Utara, telah mengingatkan kita bangsa-bangsa di dunia, khususnya bangsa Indonesia, betapa pentingnya kelestarian dan keasrian lingkungan laut untuk menjaga kestabilan iklim dan mencegah terjadinya global warming (kenaikan suhu bumi).

Hutan laut yang meliputi berbagai jenis kehidupan laut yang membutuhkan karbondioksida sebagai bahan makanannya––seperti halnya tumbuhan di hutan––berjumlah amat banyak,mulai dari jasad renik bersel satu sampai yang bersel banyak. Biota laut “penyerap”karbondioksida inilah yang mampu mengurangi pemanasan suhu bumi.

Salah satu biota laut yang paling banyak menyerap gas karbondioksida adalah berbagai ganggang hijau (algae).Organisme yang mudah hidup di laut ini punya kemampuan besar menyerap karbondioksida dan itu dapat diolah menjadi biofuel, bahan bakar ramah lingkungan.

Penelitian dalam skala laboratorium yang dilakukan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) membuktikan algae di laut mampu tumbuh 20–25 kali hanya dalam 15 hari dengan diberi makan karbondioksida (CO2).

Ganggang dari jenis chaetoceros sp dengan jumlah sel awal 40.000 sel per mililiter setelah diberi CO2 menjadi sebesar 780.000 sel per ml dalam 15 hari, bahkan chlorella sp dengan jumlah sel awal 40.000 sel per ml menjadi 1 juta sel per ml dalam 15 hari,kata Kepala BPPT Dr Marzan Aziz Iskandar dalam seminar “Implementasi Pengurangan Emisi Karbondioksida sebagai Upaya Mitigasi Global Warming” belum lama ini di Jakarta.

Hal ini bisa menjadi konsep awal penghitungan penyerapan karbon di laut.Indonesia memiliki potensi laut sangat luas sehingga pemerintah bisa mengambil peran besar dalam upaya mengurangi global warming. Di lain pihak, ganggang juga bisa dipanen sebagai bahan baku biofuel yang prosesnya memiliki efisiensi 40% lebih tinggi dibandingkan membuat biofuel dengan bahan baku minyak kelapa sawit (CPO).

Ke depan, penangkapan dan penyerapan karbon dengan algae bisa diterapkan pada pembuangan emisi karbon dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang biasanya dibangun di pinggir laut. Pengurangan emisi karbon dari industri selain dengan penggunaan carbon capture sequestration seperti ini, juga bisa dengan pemanfaatan energi terbarukan dan perbaikan teknologi yang mampu melakukan efisiensi energi serta memperbaiki proses produksi menjadi lebih hemat bahan bakar. ***

Indonesia menyumbang 7% pencemaran dunia yang berasal dari karbondioksida atau setara dengan 2,5 miliar ton CO2. Jumlah karbondioksida sebanyak itu berdampak cukup serius terhadap laju pemanasan suhu bumi (global warming). Besarnya polutan karbondioksida ini antara lain disebabkan besarnya laju dan tingkat penggundulan hutan di Indonesia yang mencapai 1–2 juta hektare per tahun. Tentu saja sumber pencemar di darat ini harus segera dihentikan.

Pemerintah harus berani melakukan “moratorium” penebangan hutan sampai batas waktu tertentu sehingga hutan yang gundul tersebut tumbuh dan pulih kembali. Jika hutan itu sudah pulih kembali, pemerintah harus bisa menerapkan peraturan penebangan kayu yang ketat dan konsisten sehingga jumlah kayu yang ditebang tidak mengganggu ke-lestarian hutan.

Indonesia, negara yang memiliki hutan cukup luas di dunia, sangat memainkan peran penting untuk bisa menjaga paru-paru dunia dalam rangka mengatasi pemanasan global. Namun, kita sering tak menyadari bahwa sesungguhnya Indonesia yang 2/3 wilayahnya adalah lautan juga memiliki fungsi dan peran cukup besar dalam mengikat emisi karbon, bahkan dua kali lipat dari kapasitas penyerapan karbondioksida (carbon sink) oleh hutan.

Emisi karbon yang sampai ke laut ini diserap oleh fitoplankton yang jumlahnya sangat banyak di lautan, yang kemudian ditenggelamkan ke dasar laut atau diubah menjadi sumber energi ketika fitoplankton tersebut dimakan oleh ikan dan biota laut lainnya. Selain berbagai jenis fitoplankton, Indonesia juga kaya dengan terumbu karang yang bisa menyerap karbondioksida.

Terumbu karang yang hidup di dasar laut dan menyerupai hutan ini tak kalah fungsinya dibandingkan hutan dalam rangka penyerapan karbondioksida. Sayangnya,kita tahu,pemanasan global juga membawa ancaman terhadap terumbu karang Indonesia, yang merupakan jantung kawasan segi tiga karang dunia (heart of global coral triangle).

Coral triangle ini meliputi Indonesia, Filipina, Malaysia, Timor Leste, Papua Nugini, dan Kepulauan Solomon yang merupakan kawasan dengan keanekaragaman hayati laut tertinggi di dunia, khususnya terumbu karang. Pemanasan global telah meningkatkan suhu air laut sehingga terumbu karang menjadi stres dan mengalami pemucatan/ pemutihan (bleaching).

Jika kondisi ini terus berlangsung, terumbu karang tersebut akan mengalami kematian. Di sisi lain coral triangle memiliki fungsi penting bagi kehidupan manusia. Lebih dari 120 juta orang bergantung hidupnya pada terumbu karang dan perikanan di kawasan tersebut. Coral triangle dua dekade belakangan ini juga menjadi pusat penelitian para ahli kelautan dunia.

Pada 2005,The Nature Conservancy Coral Triangle Center (TNCCTC), sebuah lembaga konservasi internasional yang juga menjalankan programnya di Indonesia dan negara-negara Pasifik,telah mengadakan sebuah workshop internasional di Bali yang dihadiri para pakar kelautan dunia dengan tujuan untuk menetapkan batas cakupan wilayah coral triangle.

Pada akhir workshop,para pakar kelautan berhasil memetakan coral triangle yang mencakup negara-negara tersebut di atas dengan luas total terumbu karang 75.000 km2. Indonesia sendiri memiliki luas terumbu karang sekitar 51.000 km2 yang menyumbang lebih dari 21% luas terumbu karang dunia.

Melihat peran dan posisinya yang strategis,Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono pada pertemuan APEC di Sidney telah mengumumkan dan mengajak negara-negara di dunia, khususnya di kawasan Asia Pasifik, untuk menjaga dan melindungi kawasan coral triangle.

Indonesia bersama lima negara lain, yaitu Filipina, Malaysia,Timor Leste,Papua Nugini, dan Kepulauan Solomon, menyepakati inisiatif perlindungan terumbu karang yang disebut Coral Triangle Initiative (CTI). Inisiatif ini juga telah mendapatkan dukungan dan respons positif dari negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Australia.

Dari perspektif itulah kita mengetahui betapa pentingnya posisi Indonesia dalam upaya penyelamatan manusia dari kenaikan suhu bumi. Jika hal itu disadari dan pemerintah bisa memanfaatkan kondisi tersebut dengan cerdas, bukan tidak mungkin Indonesia akan menjadi pusat perhatian “pembangunan ekosistem” global untuk mencegah pemanasan suhu bumi yang dampaknya akan menambah lapangan kerja, memperluas pendidikan masyarakat, dan meningkatkan perekonomian bangsa Indonesia.(*)

Penulis: Dosen Institut Pertanian Bogor (IPB)

Sumber: Harian Seputar Indonesia, Jumat 15 Mei 2009

Barack Obama’s global warming plan


Recently, Democratic presidential candidate Sen. Barack Obama unveiled his plan to deal with the issue of climate change. Obama’s plan is modeled after the one recently signed into law, through an executive order, by California governor Schwarzenegger. In January Schwarzenegger created a statewide low carbon fuel standard. Obama intends to take the California plan nationwide. “This is our generation’s moment to save future generations from global catastrophe by creating a market for clean-burning fuels that can stop the dangerous transformation of our climate,” said Obama. “In states like New Hampshire and California, people are taking the lead on producing fuels that use less carbon. It’s time we made this a national commitment to reduce our dependence on foreign oil and take the equivalent of 32 million cars’ worth of pollution out of the atmosphere.”

A press release put out by his campaign said that Obama believes that we ought to become more efficient with our use of oil, and find a way to remove automobile pollution from the air. “It will take a grassroots effort to make America greener and end the tyranny of oil. This Earth Day should mark the beginning of a nationwide effort to harness our technology, our ingenuity and our will to achieve energy independence in our time,” Obama said. His proposal would require that transportation fuels contain 5% less carbon by 2015, and 10% less by 2020. He also advocates a carbon credit system that would allow fuel providers to sell their credits to those that still used fuels which contained more carbon. He also would allow polluters to borrow credits against future promised cuts.

The campaign says that a National Low Carbon Fuel Standard (NLCFS) would push the market towards fuels that use less carbon, and it would also promote growth in cleaner fuels and technologies. Emissions credit trading is a deeply flawed concept that undercuts the purpose of any legislation that it is attached to. Emissions credit trading is a way for big business and corporate America to buy their way around the law. Credit trading will also create an uneven implementation of the law. The biggest polluters will be able to afford to buy more credits, thus the people most responsible for the climate change problem can buy their way out of having to change.

My impression is that the Obama campaign, much like the Clinton campaign, is a bit short on ideas. It also strikes me that this is a fairly conservative proposal. There is nothing wrong with proposing that the California plan be taken national, after it has been tried, and we have some preliminary data to see if it works. A plan like this may work at the state level, but will it work for the entire nation? The truth is that politicians are trying to dance around the fact that the only way we are going to deal with the issues of oil dependence and climate change is to cut consumption.

Consumption can’t be deeply cut through credit trading programs, or 15-20 year plans. In order to be effective, stricter standards must be equally applied to everyone in all areas. The market will adjust to that too. The government still needs to spend some serious money subsidizing the research and development of better technology. It is too late to propose plans that might work in decades. Our dependence on foreign oil could very well end up crippling the U.S. economy someday. I don’t care if you are a liberal or conservative. I think we all can agree that this is a frightening thought. Political leaders in both parties need to stop being so cute about this issue, and do their jobs. Our future really does depend on it.

In 1 Minute, 5 Times Forest of Major General (Dalam 1 Menit, Hutan Seluas 5 Kali Lapangan Bola Rusak)


JAKARTA, KOMPAS.com - forest destruction in Indonesia and has very severe. This increase global warming fear that we are at this time, factors other than energy and transport.

"Deforestation in Indonesia accounted for 75 percent of greenhouse gases," said Joko Arif, Campaign Spokesperson for Forestry Greenpeace in Jakarta on Tuesday (26 / 5).

According to data released the Food Agricultural Organization in 2007, the rate impairment 1.8 million hectares of forest per year. In 1 minute forest destruction occurs 5 times of the football field wide. In other words, it in the forest area of 300 football fields damaged.

For that, Joko urges moratorium in order to be done to reduce deforestation and fuel coal. "The stone ballast is a fossil fuel terkotor, which contribute to greenhouse gases, such as CO2, NO2, CH4," said Joko.

In fact, many have called the alternative energy clean energy to replace fossil fuels that are not environmentally friendly. "India has the potential for geothermal energy in the world, have the energy the sun throughout the year, wind energy in eastern Indonesia, and mikrohidro in areas that have rivers," said Joko.

If the government is not the issue, we live a disaster waiting chilling. "In the year 2025 Soekarno Hatta Airport can not be used because of stagnant water, with a record business does not have the government to fix the environment," said Joko.

INDONESIAN VERSION :


JAKARTA, KOMPAS.com — Perusakan hutan di Indonesia begitu parah dan memprihatinkan. Ini meningkatkan pemanasan global yang sedang kita khawatirkan saat ini, selain faktor energi dan transportasi.

"Deforestasi di Indonesia menyumbang 75 persen gas rumah kaca," kata Joko Arif, Juru Bicara Kampanye Bidang Kehutanan Greenpeace di Jakarta, Selasa (26/5).

Menurut data yang dirilis Food Agricultural Organization tahun 2007, laju perusakan hutan 1,8 juta hektar per tahun. Dalam 1 menit perusakan hutan terjadi seluas 5 kali luas lapangan sepak bola. Dengan kata lain, dalam sejam hutan seluas 300 lapangan sepak bola rusak.

Untuk itu, Joko mendesak agar dilakukan moratorium deforestasi dan mengurangi bahan bakar batu bara. "Batu bara merupakan bahan bakar fosil terkotor, yang menyumbang gas rumah kaca, seperti CO2, NO2, CH4," tutur Joko.

Sebenarnya, ada banyak energi alternatif yang disebut energi bersih untuk mengganti bahan bakar fosil yang tidak ramah lingkungan. "Indonesia memiliki potensi energi panas bumi terbesar di dunia, punya energi sinar matahari sepanjang tahun, energi angin di Indonesia timur, dan mikrohidro di daerah yang punya sungai," tutur Joko.

Jika pemerintah tidak menyikapi isu ini, kita tinggal menunggu bencana yang mengerikan. "Pada tahun 2025 Bandara Soekarno Hatta tidak bisa digunakan karena tergenang air, dengan catatan tidak ada usaha yang dilakukan pemerintah untuk perbaiki lingkungan," pungkas Joko.

ONE

Careful future Earth Temperature Rise 5.2 Degrees Celsius

WASHINGTON, KOMPAS.com - Impact of global warming this century could be twice the more severe of the estimated six years ago, some experts such a report this weekend.

"Temperature average surface increased 9.3 degrees Fahrenheit (5.2 degrees celsius) until 2100, said several scientists in the Massachusetts Institute of Technology (MIT), compared with the study plan in 2003 that the average temperature increased 4.3 degrees F (2.4 degrees C).

Studying the new record in the American Journal of Climate Meteorogical Society's claims, the difference is caused in the projection example of increased economic and economic data more recent than the previous scenario.

"Prior warning on climate change also may have covered the impact of various global cooling volcanoes XX century by filth and soot, which can increase warming," said the scientists in a statement.

To have reached a decision, MIT team uses computer simulation that takes into account the world economic activity and the climate.

"All these projects show that the action is fast and without large-scale, warning that dramatic will happen in this century," said the statement.

Results will be seen much more severe when there is no real action, made in order to combat climate change, compared with previous projections. However, some changes will occur if strict policy is applied at this time also to reduce greenhouse gases out.

"There is a greater risk than we previously estimated. And this shows that we must immediately take action as soon as possible emergency," says Ronald Prinn, co-author one of these.

This study is broadcast during the U.S. President Barack Obama announced a plan to set out national standards for cars and trucks, to reduce global warming pollution. Design and making of the gas trading system set to cut greenhouse gases, which is discussed in the Committee of the Senate Energy and Trade.


INDONESIAN VERSION :
WASHINGTON, KOMPAS.com — Dampak pemanasan global abad ini bisa jadi dua kali lebih parah dari perkiraan enam tahun lalu, demikian laporan beberapa ahli pekan ini.

"Temperatur rata-rata permukaan naik 9,3 derajat fahrenheit (5,2 derajat celsius) sampai 2100," kata beberapa ilmuwan di Massachusetts Institute of Technology (MIT), dibandingkan dengan studi pada 2003 yang memproyeksikan temperatur rata-rata naik 4,3 derajat F (2,4 derajat C).

Studi baru yang disiarkan di Journal of Climate American Meteorogical Society’s menyatakan, perbedaan dalam proyeksi itu ditimbulkan contoh ekonomi yang meningkat dan data ekonomi yang lebih baru dibandingkan dengan skenario sebelumnya.

"Peringatan sebelumnya mengenai perubahan iklim juga mungkin telah diselimuti dampak pendinginan global berbagai gunung berapi abad XX dan oleh buangan jelaga, yang dapat menambah pemanasan," kata para ilmuwan tersebut dalam satu pernyataan.

Agar mencapai keputusan, tim MIT menggunakan simulasi komputer yang memperhitungkan kegiatan ekonomi dunia serta proses iklim.

"Semua proyek tersebut menunjukkan bahwa tanpa tindakan cepat dan besar-besaran, peringatan dramatis itu akan terjadi pada abad ini," kata pernyataan tersebut.

Hasil itu akan terlihat jauh lebih parah apabila tidak ada tindakan nyata, yang dilakukan guna memerangi perubahan iklim, dibandingkan dengan proyeksi sebelumnya. Namun, akan terjadi sedikit perubahan apabila kebijakan ketat diberlakukan saat ini juga untuk mengurangi buangan gas rumah kaca.

"Ada risiko yang lebih besar dibandingkan dengan yang kami perkiraan sebelumnya. Dan hal ini menunjukkan bahwa kita harus segera melakukan tindakan darurat secepatnya," ujar Ronald Prinn, salah satu penulis bersama tersebut.

Studi ini disiarkan saat Presiden AS Barack Obama mengumumkan rencana menetapkan standar buangan nasional bagi mobil dan truk, guna mengurangi polusi pemanasan global. Serta pembuatan rancangan yang menetapkan sistem perdagangan gas untuk memangkas gas rumah kaca, yang dibahas di Komite Perdagangan dan Energi Senat.

BNJ
Sumber : Ant

CAR FREE DAY IN BANDUNG

Bandung Society welcomes the Government's plan positive West Java Province and the city of Bandung, which will hold the event car free day (free day vehicles), Saturday (30 / 5) future.

"Good, with the car free day in Jakarta, Bandung automatic air cooling will be felt," said one resident of Bandung, Angga Aditya (21), told ANTARA in Jalan Braga Bandung, Selasa (26 / 5).


Himself fully supports the government's efforts to implement a car free day in the city of Bandung.


"The parents I, Bandung is now not like the times of first, if the first Bandung is known as the temperature is cool and cold, if hot right now," said Angga is still recorded as a freshman one of the two private universities in Bandung.


Meanwhile, Dini Andriani (20), says, that can reduce pollution in the city of Bandung, the event car free day should be held every once a week, at the end of the weekend.


"The car free day in Bandung was conducted each week at the end of the weekend," said Dini.


According to the plan, the first car free day in the city of Bandung akan held Saturday (30 / 5) future.


A number of state officials such as State Environment Minister, Rachmat Witoelar, Vice Governor of West Java, Dede Yusuf and the Mayor of Bandung Dada Rosada will attend the event.


Four-way point in the city of Bandung as Cipaginta Road, South Lingkar, Supratman Asia and Africa Road will be closed temporarily during the implementation of car free day.


In addition, car free day in the city of Bandung akan also serve many of the educational environment YPBB, PPLI (Industrial Waste Processing Company), City of Friends of the Community, told Bandung (Community storyteller), and demo recycling paper.


In the event, will also be introduced anti-plastic bag movement and entertainment from musicians Nugie, scooter community, the game of futsal Indonesian Youth National Committee. (kpl / meg)

Taken from www.kapanlagi.com

INDONESIAN VERSION :

Masyarakat Kota Bandung menyambut positif rencana Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Kota Bandung, yang akan menyelenggarakan acara car free day (hari bebas kendaraan bermotor), Sabtu (30/5) mendatang.

"Baguslah, dengan adanya car free day di Bandung, otomatis udara sejuk Bandung akan semakin terasa," kata salah seorang warga Bandung, Angga Aditya (21), kepada ANTARA, di Jalan Braga Bandung, Selasa (26/5).


Dirinya mendukung penuh upaya pemerintah yang ingin menerapkan car free day di Kota Bandung.


"Kata orang tua saya, Bandung sekarang sudah tidak seperti zaman dulu, kalau dulu Bandung itu memang dikenal dengan suhunya yang sejuk dan dingin, kalau sekarang panas benar," kata Angga yang masih tercatat sebagai mahasiswa tingkat dua salah satu Perguruan Tinggi Swasta di Bandung.


Sementara itu, Dini Andriani (20), mengatakan, supaya dapat mengurangi polusi di Kota Bandung, acara car free day seharusnya dilaksanakan tiap satu minggu sekali, di akhir pekan.


"Seharusnya car free day di Bandung dilaksanakan tiap minggu di akhir pekan," kata Dini.


Rencananya, car free day pertama di Kota Bandung akan dilaksanakan Sabtu (30/5) mendatang.


Sejumlah pejabat negara seperti Menteri Negara Lingkungan Hidup, Rachmat Witoelar, Wakil Gubernur Jawa Barat, Dede Yusuf serta Wali Kota Bandung, Dada Rosada akan menghadiri acara tersebut.


Empat titik jalan di Kota Bandung seperti Jalan Cipaginta, Lingkar Selatan, Supratman serta Jalan Asia Afrika akan ditutup sementara selama pelaksanaan car free day.


Selain itu, car free day di Kota Bandung juga akan menyuguhkan banyak edukasi lingkungan dari YPBB, PPLI (Perusahaan Pengolahan Limbah Industri), Komunitas Sahabat Kota, Bandung Bercerita (Komunitas Pendongeng), dan demo daur ulang kertas.


Dalam acara tersebut, juga akan dikampanyekan gerakan anti kantong plastik serta hiburan dari musisi Nugie, komunitas skuter, permainan futsal dari Komite Nasional Pemuda Indonesia. (kpl/meg)

Diambil dari www.kapanlagi.com

BENEFITS cycling and walking




Both walking and cycling, do not just make us healthy, but they also reduce the Global Warming effect. Actually, there are many kinds of exercises that make us healthy and also prevent the Global Warming. Nowadays, fewer and fewer people are willing to cycle or walk on foot to go to places that are not too far. They prefer motor vehicles to bikes. The other profit of cycling or walking is that it reduces the amount of cholesterol in our bodies, and also treats our motor muscle well.

INDONESIAN VERSION :

Berjalan kaki atau bersepeda, tidak hanya menyehatkan tubuh, melainkan pula mengurangi global warming. sebenarnya masih banyak olah raga lain yang tidak hanya menyehatkan tubuh melainkan mencegah global warming. di zaman sekarang ini makin edikit orang saja yang mau untuk bersepeda atau berjalan kaki bila pergi ke suatu tempat yang kira-kira jaraknya dapat ditolerir. mereka lebih sering menggunakan kendaraan bermotor untuk pergi kesuatu tempat.
selain itu bagi kesehatan adalah dapat mengurangi jumlah kolestrol dalam tubuh kita serta melatih otot-otot motorik kita.

14 State threatened Lost Island



Tuesday, February 17th 2009
Jakarta, Tuesday. Without any effort to reduce the greenhouse gas emissions - especially the carbon dioxyde - to the atmosphere, not only the pattern of the climates will change, but also the cycle of life will change. The loss of thousands of islands, including 14 archipelagoes in the Earth, will change the map of the world.

This disaster is caused by the rise of sea leuel as the consequence of the melting of ices in the Pole. The Minister of naval and fishery, Freddy Numberi, reminded us about the global effects of climate change, in his speech on The25th Meeting of UNEP (United Nations Environment Programme) Governing Council in Nairobi, Kenya, Monday (16th/2) .

The emissions of greenhouse gases have given realistic effect, such as in the decrease of sea surface temperature, melting of ices in The Pole, the rise of sea surface, disappearance of islands, and also destruction of corals caused by acidity and

Therefore, in the meeting that were attended by delegation from 136 countries, Freddy asked the UNEP to announce sea issue and climate change, and invited the world to attend World Ocean Conference (WOC) 2009 in Manado to agree on Manado Ocean Declaration (MOD).

In the meeting that were lasted until Friday, Indonesian delegation was leaded by The Minister of naval and fisher, composed of North Sumatera Governor as the vice chairman WOC Sinyo H Sarundajang, Secretary of WOC Indroyono Soesilo, Indonesian Ambassador in Kenya Budi Bowoleksono, Deputy II Menneg LH Masnellyarti Hilman, Dirjen Multilateral Deplu Rezlan Jenie, and the leader of BRKP-DKP Gelwyn Yusuf.

Indonesian delegation’s target was to report the preparation of WOC, Coral Triangle Initiative Summit, and draft of MOD.

The Dutch agriculture minister, Gerda Verburg and Inspector United Nations System Tadanori Inamata also gave other speeches.


INDONESIAN VERSION :
Selasa, 17 Februari 2009
JAKARTA, SELASA - Tanpa upaya mereduksi emisi gas-gas rumah kaca - terutama karbon dioksida - ke atmosfer, dalam jangka panjang bukan hanya pola iklim dan siklus hidup berubah. Hilangnya ribuan pulau, termasuk 14 negara pulau di muka bumi ini, akan mengubah peta dunia.

Bencana ini disebabkan naiknya permukaan laut karena mencairnya es di kutub. Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi dalam pidato kunci pada Pertemuan Ke-25 Dewan Pengarah (Governing Council) Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) di Nairobi, Kenya, Senin (16/2), mengingatkan kembali dampak global dari perubahan iklim.

Pencemaran gas-gas rumah kaca telah berdampak nyata pada naiknya suhu muka laut, mencairnya es di kutub, naiknya tinggi muka laut, tenggelamnya pulau-pulau, serta hancurnya terumbu karang akibat pengasaman dan melemahnya ketahanan pangan dari laut.

Karena itu, dalam pertemuan yang dihadiri delegasi dari 136 negara itu, Freddy mengajak UNEP mengangkat isu laut dan perubahan iklim serta mengundang dunia untuk bersama-sama hadir di World Ocean Conference (WOC) 2009 di Manado untuk menyepakati Manado Ocean Declaration (MOD).

Dalam pertemuan yang akan berlangsung hingga Jumat, delegasi RI dipimpin oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, beranggotakan Gubernur Sulut sebagai Wakil Ketua Panitia WOC Sinyo H Sarundajang, Sesmenko Kesra/Sekretaris WOC Indroyono Soesilo, Dubes RI di Kenya Budi Bowoleksono, Deputi II Menneg LH Masnellyarti Hilman, Dirjen Multilateral Deplu Rezlan Jenie, dan Kepala BRKP-DKP Gelwyn Yusuf.

Target delegasi Indonesia adalah melaporkan persiapan WOC, Coral Triangle Initiative Summit, dan draf MOD.

Tampil menyampaikan pidato kunci lainnya, yaitu Menteri Pertanian Belanda Gerda Verburg dan Inspektur United Nations System Tadanori Inamata.

Pulau tenggelam

Indroyono Soesilo menambahkan, di antara peserta pertemuan hadir delegasi dari Small Islands Development State (SIDS) yang menyatakan kesediaannya untuk hadir dalam WOC 2009. Mereka akan mendukung MOD sebagai upaya untuk mitigasi dan adaptasi menghadapi perubahan iklim.

Diperkirakan dari 44 anggota SIDS, 14 negara kecil di antaranya terancam hilang akibat naiknya permukaan laut, antara lain beberapa negara pulau di Samudra Pasifik, yaitu Sychelles, Tuvalu, Kiribati, dan Palau, serta Maladewa di Samudra Hindia.

Akibat pemanasan global, minimal 18 pulau di muka bumi ini telah tenggelam, antara lain tujuh pulau di Manus, sebuah provinsi di Papua Niugini. Kiribati, negara pulau yang berpenduduk 107.800 orang, sekitar 30 pulaunya saat ini sedang tenggelam, sedangkan tiga pulau karangnya telah tenggelam.

Maladewa yang berpenduduk 369.000 jiwa, presidennya telah menyatakan akan merelokasikan seluruh negeri itu. Sementara itu, Vanuatu yang didiami 212.000 penduduk, sebagian telah diungsikan dan desa-desa di pesisir direlokasikan

Karena ancaman nyata itu, delegasi dari negara kepulauan tersebut serta Aljazair dan Tanzania sangat mendukung WOC dan akan hadir di Manado, mengingat negara tersebut terancam hilang dari muka bumi ini akibat perubahan iklim.

Indonesia sendiri berpotensi kehilangan 2.000-an pulau pada tahun 2030 bila tidak ada program mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, ujar Indroyono, yang juga mantan Kepala Badan Riset Kelautan dan Perikanan DKP.

Ekonomi hijau

Dalam pertemuan itu UNEP mengusung tema ”Green is the New Deal”. Meski dunia tengah didera krisis finansial, krisis lingkungan akibat perubahan iklim tetap lebih parah dampaknya. Karena itu, UNEP memperkenalkan green economy, termasuk ketahanan pangan, biofuel, dan berupaya terus mengangkat isu kelautan ke dalam program UNEP, kata Indroyono.

Direktur Eksekutif UNEP Ahiem Steiner dalam sambutannya juga menyatakan mendukung WOC dan memberikan komitmennya akan membawa hasil-hasil WOC dan MOD pada COP-15 UNFCCC yang akan diadakan di Kopenhagen, Desember 2009.

North Pole ice in decline and low


Thursday, 9 April 2009
COLORADO, KOMPAS.com - Arctic ice on the smaller and more sparse than the previous, while older ice is replaced starting a powerful young ice melt that fast. Said some researchers in the NASA and the National Snow and Ice Data Center in Colorado.

According to the researchers, the maximum sea ice in the winter Artik this increase 15 million and 150,000 square kilometers, about 720,000 square kilometers less than the average area between the North Pole in 1979 and 2000.

In the normal winter, ice thickness often have three or more meters, however, this year, de-ice thickness almost can not penetrate the appropriate target "Arctic Circle".

"We are not ready for the summer. We are in a very precarious situation," said the scientist's Ice Data Center, Walt Meier.

Number of thick sea ice reached lower levels in the winter with a 680,400 square kilometers this year, down 43 percent from year ago.

"Usually, the ice is thinner and younger was 70 percent of the ice layer. This year, a layer that reached 90 percent," said Meier.

"Ice is very important because the sea reflect the sun from Earth. The more ice to melt, the more heat be merged by the ocean so that hot temperatures on the planet," said Program Manager NASA Polar Regions Tom Wagner.

Heating also can change the climate patterns around the world and the ecosystem change for animals like polar bears.

Meanwhile, the South Pole is also the condition of concern. Some ice has a shelf sirna quickly, missing one start and glacier melt faster than expected due to all the climate change, expressed by some researchers as the UK and the U.S. Government on 3 April.

They said "Wordie Ice Shelf," which has been split since 1960s, and the north sirna "Larsen Ice Shelf" is no more. More than 8300 square kilometers have been separated from "Larsen Shelf" since 1986.

Changes iklimlah cause. Therefore the contents of the report "U.S. Global Survey (USGS) and the" British Antartic Survey ", as broadcast in the www.pubs.usgs.gov.

"Glacier shrinkage in there quickly to show once again the real impact is being experienced by our planet, faster than expected, as the impact of climate change," said Minister of Home Affairs U.S. Ken Salazar in a statement.

"This ongoing and often a reduction in the glacier often with very large hail is warning that a change occurred ... and we need to prepare," said glasiologi USGS expert, Jane Ferrigno, who led the study Antarctica, in a statement.

"Antarctica has a special interest because it has as many as 91 percent of the volume of glacier in the Earth, and changes in any layer of ice on the cause of the threat to the community," he said.

In another report in a broadcast journal "Geophysical Letters", "National Oceanic and Atmospheric Administration" states, the ice melt much more quickly than estimated in the North Pole.

The report is based on the new computer analysis and measurement of ice has not been this long.

"UN Climate Panel projects that world temperatures will increase the atmosphere between 1.8 and 4.0 degrees celsius due out greenhouse gases, the condition can cause floods, droughts, heat waves and stronger storms.

While layers and glacier ice melt, the circumstances can raise the entire surface of the ocean water and soak lowland areas.

BNJ
Source: Antara

INDONESIAN VERSION :

Kamis, 9 April 2009
COLORADO, KOMPAS.com — Kutub Utara berada di atas es yang lebih kecil dan lebih tipis dibandingkan dengan sebelumnya, sementara es tua yang kuat mulai digantikan es muda yang cepat mencair. Demikian dikatakan beberapa peneliti di NASA dan National Snow and Ice Data Center di Colorado.

Menurut para peneliti tersebut, maksimum es laut Artik pada musim dingin ini bertambah 15 juta dan 150.000 kilometer persegi, sekitar 720.000 kilometer persegi lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata wilayah Kutub Utara antara 1979 dan 2000.

Pada musim dingin normal, es seringkali memiliki ketebalan tiga meter atau lebih, Namun, tahun ini, ketebalan lapisan es hampir-hampir tak dapat menembus sasaran yang tepat "Arctic Circle".

"Kita tidak siap menghadapi musim panas. Kita berada pada situasi yang sangat genting," kata ilmuwan dari Ice Data Center, Walt Meier.

Jumlah es laut tebal mencapai tingkat rendah pada musim dingin dengan luas 680.400 kilometer persegi tahun ini, turun 43 persen dari tahun lalu.

"Biasanya, es yang tipis dan lebih muda berjumlah 70 persen dari lapisan es. Tahun ini, lapisan itu mencapai 90 persen," kata Meier.

"Es laut penting karena memantulkan sinar matahari dari Bumi. Makin banyak es tersebut mencair, makin banyak panas terserap oleh samudra sehingga menambah panas temperatur di planet ini," kata Manager Program Wilayah Kutub NASA Tom Wagner.

Pemanasan itu juga dapat mengubah pola iklim di seluruh dunia dan itu mengubah ekosistem bagi hewan seperti beruang kutub.

Sementara itu, kondisi Kutub Selatan juga memprihatinkan. Sebanyak satu beting es telah sirna dengan cepat, satu mulai hilang dan gletser mencair lebih cepat dari perkiraan semua orang akibat perubahan iklim, seperti diungkapkan beberapa peneliti Pemerintah Inggris dan AS pada 3 April lalu.

Mereka mengatakan "Wordie Ice Shelf", yang telah terpecah sejak 1960-an, sirna dan bagian utara "Larsen Ice Shelf" sudah tak ada lagi. Lebih dari 8.300 kilometer persegi telah terpisah dari "Larsen Shelf" sejak 1986.

Perubahan iklimlah penyebabnya. Demikian isi laporan dari "US Global Survey" (USGS) dan "British Antartic Survey", sebagaimana disiarkan di dalam laman www.pubs.usgs.gov.

"Berkurangnya gletser dengan cepat di sana memperlihatkan sekali lagi dampak nyata yang sedang dialami planet kita, lebih cepat dari yang diperkirakan, sebagai dampak dari perubahan iklim," kata Menteri Dalam Negeri AS Ken Salazar dalam satu pernyataan.

"Ini berlanjut dan sering kali pengurangan gletser yang sering kali dengan sangat besar adalah seruan peringatan bahwa perubahan terjadi ... dan kita perlu mempersiapkan diri," kata ahli glasiologi USGS, Jane Ferrigno, yang memimpin studi Antartika, dalam satu pernyataan.

"Antartika memiliki kepentingan khusus karena memiliki sebanyak 91 persen volume gletser di Bumi, dan perubahan di mana pun pada lapisan es menimbulkan ancaman besar bagi masyarakat," katanya.

Dalam laporan lain yang disiarkan di dalam jurnal "Geophysical Letters", "National Oceanic and Atmospheric Administration" menyatakan, es juga mencair jauh lebih cepat daripada perkiraan di Kutub Utara.

Laporan tersebut didasarkan atas analisis baru komputer dan pengukuran es belum lama ini.

"UN Climate Panel" memproyeksikan bahwa temperatur atmosfer dunia akan naik antara 1,8 dan 4,0 derajat celsius akibat buangan gas rumah kaca, kondisi yang dapat mengakibatkan banjir, kemarau, gelombang panas dan badai lebih kuat.

Sementara gletser dan lapisan es mencair, keadaan itu dapat menaikkan seluruh permukaan air samudra dan merendam daerah dataran rendah.

BNJ
Sumber : Antara

JAKARTA REGIONAL CLIMATE CHANGE DANGER

JAKARTA, KOMPAS.com — Jakarta is placing the first rank as area, which is the most susceptible area in Southeast Asia, on survey Economy and Environment Program for Southeast Asia (EEPSEA)

The Director of EEPSEA, Herminia Fransisco, in seminar of “Map of Climate Change Susceptible: Indonesian Perspective,” in Jakarta, Thursday (5/7), said that the data is the result of researches for 6 years with take some samples to be amount of 530 areas on Southeast Asia.

" Jakarta ’s areas is very susceptible of disaster with which related the climate changes, one of the causes of the high population,” Said Herminia.

The disaster of climate change is said by her, for example flood, dryness, the slip down land.

In that data said, in every increases sea surface of 1 metres equals with to soak the 10.763.734 residences.

The minister of Biological Environment, Rachmat Witoelar, in that chance call, the community should be care on the residence denseness which one of causes of climate changes.

”Community responses in preventing climate change susceptible, specially for the denseness, can be done with only made Jakarta, the Transit city only, not for living,” he said.


INDONESIAN VERSION :


Kamis, 7 Mei 2009

JAKARTA, KOMPAS.com — Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta menempati peringkat pertama sebagai daerah yang rentan perubahan iklim se-Asia Tenggara berdasarkan survei Economy and Environment Program for Southeast Asia (EEPSEA).

Direktur EEPSEA Herminia Fransisco dalam seminar "Peta Kerentanan Perubahan Iklim Asia Tenggara: Perpektif Indonesia" di Jakarta, Kamis (7/5), mengatakan, data tersebut merupakan hasil penelitian yang dilakukan selama enam bulan dengan mengambil sampel sebanyak 530 daerah di Asia Tenggara.

"Wilayah Jakarta sangat rentan terhadap bencana dengan yang terkait perubahan iklim, salah satunya akibat dari tingginya angka kepadatan penduduk," kata Herminia.

Bencana perubahan iklim tersebut dicontohkannya, seperti banjir, kekeringan, meningkatnya permukaan, dan tanah longsor.

Dalam data tersebut disebutkan, setiap kenaikan air laut setinggi 1 meter sama dengan merendam daerah berpenduduk 10.763.734 jiwa.

Menteri Negara Lingkungan Hidup Rahmat Witoelar dalam kesempatan itu mengimbau, masyarakat hendaknya peduli atas kondisi kepadatan penduduk yang menjadi salah satu penyebab kerentanan perubahan iklim.

"Kepedulian masyarakat dalam mengatasi kerentanan perubahan iklim, khususnya masalah kepadatan penduduk, dapat dilakukan dengan hanya menjadikan Jakarta kota transit saja, bukan sebagai kota tempat tinggal," katanya.

INTERVIEW WITH SMAK 1 BPK PENABUR Bandung PRINCIPAL SCHOOL


Some times ago, we interviewed with Pricipal of SMAK 1 BPK PENABUR Bandung, Dra.Boniwidiarti Bunjamin about Climed Change. There are Interviewing result :

Interview Time : Friday 1st May 2009
12.30 - 12.50 P.M
Place : Principal Room
SMAK 1 BPK PENABUR BANDUNG

1. In your opinion, how is our environment’s condition, when the issue of Global Warming is often being talked recently?

SMAK 1 doesn’t have any empty area to grow plants.

2. And then, what should be done, Ma’am?

There are several ways to prevent Global warming, such as :
Not using too many papers or plastics,
Saving the electricity, decreasing the use of many lights in the afternoon, turning off the lights and Air Conditioner while they’re not being used
Grow some trees, or plant many plants.

3. What does school do for prevent global warming ?

School has program about planting 1000 trees by 1000 people. Besides that, there is Environment Lesson and give motivation to students to care with creature life. Start next year, school will make rule about students don’t bring food and drink out from food court area so it will make school more clean than now. There are program for separated organic trash and non organic trash but that program isn’t running yet because there aren’t students care.

4. How about the Planting 1,000 trees Program in this school?

This program is not running yet, because the teachers and the students are too busy with the lessons. However, this program is planned to be begun by several activities. First of all, we will buy a lot of plants together, in order to be put in the Food Court. Secondly, there will be a contest of planting trees for each class, and the winner will be given a special present by the PLH Team.

5. How solution does school have to finishing about test paper / document paper problem ?

Now, this school dissolves test paper / document paper with paper crush machine. That residue trash is usually weight by school worker and the money is given for them.

6. What is the school’s donation for the environment around the school?

Our school has ever held a planting trees program in the residents which are located around the school. This activity is one of the responsibilities of SMAK 1’s PLH TEAM. I hope this program will keep continue.

INDONESIAN VERSION :

Beberapa waktu yang lalu, kami melakukan wawancara dengan Kepala SMAK 1 BPK PENABUR Bandung yakni Dra.Boniwidiarti Bunjamin sehubungan dengan perubahan iklim. Berikut ini hasil Wawancara kami :

Waktu Wawancara : Jumat 1 Mei 2009
Pukul 12.30 – 12.50
Tempat : Ruang Kepala Sekolah
SMAK 1 BPK PENABUR BANDUNG



1. Menurut Ibu, bagaimana keadaan lingkungan kita sekarang dengan adanya isu tentang Global Warming?

Lingkungan SMAK 1 disini tidak ada lahan kosong untuk menanam tanaman.

2. Menurut Ibu, apa yang sebaiknya dilakukan?

Cara untuk mencegah Global Warming, yaitu sebagai berikut:
• Hemat dalam pemakaian kertas dan plastik
• Hemat dalam pemakaian listrik, kurangi pemakaian lampu, mematikan lampu dan AC jika tidak sedang digunakan.
• Penanaman pohon tetap dapat dilakukan, hanya dalam pot-pot kecil saja.

3. Apa yang sekolah lakukan untuk mencegah Global Warming?

Sekolah melakukan telah merencanakan program penanaman 1000 pohon oleh 1000 orang yakni jumlah guru dan siswa. Selain itu, dengan adanya Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH), yang memupuk rasa kasih sayang terhadap makhluk hidup. Salah satu program PLH adalah menyangkut masalah kebersihan. Untuk itu, mulai tahun depan juga akandiberlakukan suatu peraturan yaitu: siswa/i tidak boleh membawa makanan keluar area Food Court agar kebersihan sekolah lebih terjaga dengan baik. Ada juga program pemisahan sampah organik dengan sampah an organik namun program tersebut tidak berjalan dengan baik karena kurangnya rasa kesadaran dari pihak siswa sendiri. Mudah-mudahan tahun-tahun mendatang Tim PLH dapat menggalakkan dan memonitor pelaksanaannya.

4. Bagaimana dengan program 1000 tanam pohon di sekolah ini ?

Program ini sudah berjalan namun ketercapaiannya belum maksimal. Hal ini disebabkan pembangunan fisik sekolah yang masih dalam proses sehingga program ini diharapkan akan berjalan secara maksimal di tahun 2009/2010 melalui program lomba antar kelas yang dikoordinir oleh Tim PLH.

5. Bagaimana solusi sekolah dalam menyelesaikan masalah kertas-kertas ulangan / dokumen-dokumen lainnya ?

Saat ini sekolah menghancurkan kertas-kertas ulangan/ dokumen-dokumen yang tidak terpakai dengan mesin penghancur kertas. Selain itu penghematan kertas diusahakan terlaksana di semua lini, misal : dengan memanfaatkan website SMAK 1, termasuk informasi untuk guru menjadi paperless.

6. Apakah peran sekolah terhadap lingkungan di sekitar sekolah ?

Dalam 2 tahun ini, sekolah melaksanakan program penanaman pohon di rumah-rumah penduduk yang berada di sekitar sekolah. Kegiatan itu merupakan tanggung jawab Tim PLH SMAK 1. Saya berharap program itu terus berlanjut.

Bike to School, Why Not ?




ENGLISH VERSION


Saturday, May 2, 2009
KOMPAS.com — For Yosia Besta, distance isn’t an obstruction for being do with go cycling to school.. That girl student of 11 grade SMA Yadika 5 West Jakarta made it as habitual, and that has been prolonging until now.

Sweat matter? She brings towel and not too worried because of her classroom had an Air Conditioner. "If it still morning, it’s not too hot, so bike to school, why not?," said Besta. The heritage mini bike from his brother, has belonging to her, and accompanied her to go around on Karang Tengah, the border of Jakarta with Tangerang City .
On Tebet, South Jakarta , M Fajar Nur Rohman is go cycling to school too. From his home on Gudang Peluru, he exceed for 4 kilometres to his school, SMKN 32 on South Tebet, with his Federal bike, which has bought by him from his friend, which cost Rp 50.000,- only.

"I’m often to be mocked by my friends, but it’s all right. The problem is only to park, my bike always not have any places to park," said the students who studied on that Restaurant department.

With the method and the trick respectively, one part of student in Jakarta choose to go cycling to school. Beside to economize, They are conscious enough that with go cycling can make the domain healthy.

"Isn’t had need any opinion to prevent the global warming. With only go cycling, we are ended to prevent that,” said Axel Irianto, The 12 grade student of SMA Charitas..

In Jakarta , go cycling is not popular enough. In every school, the amount of students who go cycling to school maybe can be counted by fingers. But they are suggesting the Bike To School organization to suggest to go cycling.

“If it is being done by oneself is difficult enough. But if more commonly, the task can be lighter,” said Anindito Bayhaqie, the 11 grade students of SMA Kolese Kanisius who always going to school by bike.

Moris Semuaji, the 11 grade students of SMA Lab School Kebayoran, who be chosen to be the head of Bike To School Organization said that this organization is made, and for students. "We are going to invite our friends to go cycling to school," he said.
The addition from us:

It’s good to go cycling to school. Because now the students are seldom to cycling to school. Cycling isn’t only can make our body healthy, but it can reduced the carbon emission which made by vehicle. Next time we are going to discuss about the profits of the bike, until it can prevent GLOBAL WARMING.
So, let’s friends, go cycling or walking for the better life.


INDONESIAN VERSION
SABTU, 2 MEI 2009
KOMPAS.com — Bagi Yosia Besta, jarak memang bukanlah halangan untuk ditempuh dengan bersepeda pergi-pulang sekolah. Siswi kelas II SMA Yadika 5 Jakarta Barat itu sudah biasa bersepeda ke sekolah sejak kelas II SMP dan kebiasaan itu terus berlanjut sampai sekarang.

Soal keringat? Besta cukup membawa handuk dan tidak terlalu khawatir karena ruangan kelasnya berpendingin udara. "Kalau pagi kan tidak terlalu panas, jadi naik sepeda kenapa enggak," tutur Besta dengan nada cuek. Sepeda mini lungsuran dari sang kakak sudah dua tahun terakhir setia menemaninya menyusuri jalan-jalan di kawasan Karang Tengah, perbatasan Jakarta dengan Tangerang.

Di Tebet, Jakarta Selatan, M Fajar Nur Rohman juga tak ambil pusing untuk bersepeda ke sekolah setiap hari. Dari rumahnya di kawasan Gudang Peluru, dia menempuh jalan sekitar empat kilometer ke sekolahnya SMKN 32 di Jalan Tebet Selatan, dengan sepeda Federal yang dibeli dari temannya seharga Rp 50.000 saja.

"Sering juga diledekin tapi cuek aja lah, kan sepeda sendiri. Yang bikin gondok cuma soal parkir, selalu digeser-geser sama sepeda motor," tutur pelajar kelas II jurusan restoran tersebut.

Dengan cara dan kiatnya masing-masing, sebagian kecil pelajar di Jakarta memilih bersepeda ke sekolah. Selain berhemat, mereka umumnya sadar betul kalau sepeda merupakan alat transportasi yang ramah lingkungan dan menyehatkan.

"Enggak perlu banyak ngomong soal usaha mencegah pencemaran udara. Kita naik sepeda aja udah ngebantu mencegah polusi dan global warming kan," kata Axel Irianto, siswa kelas XII SMA Charitas.

Di Jakarta, gini hari, naik sepeda ke sekolah memang belumlah menjadi pilihan populer. Di setiap sekolah, jumlah pelajar yang bersepeda ke sekolah mungkin bisa dihitung dengan jari. Namun dengan menghimpun diri dalam paguyuban Bike To School, mereka yakin dapat melakukan sesuatu yang lebih berarti untuk memassalkan aktivitas bersepeda ke sekolah.

"Kalau sendiri-sendiri memang susah ngajaknya, tapi kalau banyakan, saya rasa bebannya lebih ringan," tutur Anindito Bayhaqie, pelajar kelas II SMA Kolese Kanisius yang setiap hari bersepeda ke sekolah seorang diri.

Moris Semuaji, pelajar kelas II SMA Lab School Kebayoran yang terpilih sebagai ketua Bike To School, mengatakan, paguyuban ini merupakan gerakan yang diselenggarakan dari, oleh, dan untuk pelajar. "Kita akan terus-menerus mengajak sebanyak mungkin teman-teman bersepeda ke sekolah," tuturnya. (Maximillianus Agung)

tambahan dari kita-kita:

memang hebat, masih ada orang yang masih mau untuk naik sepeda ke sekolah.
biasanya sudah sangat jarang sekali oran-orang yang mau pergi menggunakan sepeda.
sepeda bukan saja menyehatkan tubuh melainkan mengurangi emisi karbon yang ditimbulkan bila menggunakan kendaraan bermotor. next time kita akan membahas tentang kegunaan sepeda sampai bagaimana sepeda dapat mencegah " global warming ".
ayo kawan - kawan, mari kita bersepeda atau berjalan kaki untuk kehidupan yang lebih baik lagi.

Indonesia Host Meeting on Climate Change IPCC



Wednesday, May 6 ,2009
JAKARTA , KOMPAS.com - Indonesia are going to be host of international association of climate change which provide by Panel International about Climate Change (IPCC). About 500 scientists and experts from any states are going to participate on this association.

Ministry of IPCC, Agus Purnomo said that the IPCC meeting will going to important moment for Indonesia to convince world about sea part in order to handle the climate change. This association will be the promotion place to haggle the sea profit as alternative to suppressed the carbon emission.

”We are going to promote some issue of matters concerning sea IPCC on that scientific association. Perhaps they will consider in the next agenda, “Agus added the Indonesia must to do the expert examination related with sea profits on climate change so it can be reported to IPCC forum.

The 31st of IPCC association are going to do on 26-29 October. IPCC is the biggest organization in world, which handle the climate change. The organization was built by World Meteorology Organization (WMO) and UNEP.

IPCC on this moment is organizing the fifth climate change report, which planned finish on 2014. IPCC use some data from the scientific researches result from researches committee and don’t do the personal examination or see directly the climate change collision.

INDONESIAN VERSION :

RABU, 6 MEI 2009
JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia akan menjadi tuan rumah pertemuan internasional mengenai perubahan iklim yang digelar Panel Internasional tentang Perubahan Iklim (IPCC) pada Oktober mendatang. Sekitar 500 ilmuwan dan pakar iklim dari berbagai negara akan berpartisipasi dalam petemuan tersebut.

Menteri Perubahan Iklim Dewan Nasional Agus Purnomo mengatakan bahwa rapat IPCC akan menjadi moment penting bagi Indonesia untuk meyakinkan dunia tentang peran laut dalam menangani perubahan iklim. Pertemuan tersebut akan menjadi ajang promosi bagi Indonesia untuk menawarkan pemanfaatan laut sebagai alternatif menekan emisi global.

"Kami akan mencoba untuk mempromosikan isu-isu kelautan IPCC pada pertemuan ilmiah tersebut. Mudah-mudahan, mereka akan mempertimbangkan dalam agenda mendatang, "Agus kepada wartawan hari Selasa. Dia menambahkan bahwa Indonesia perlu melakukan penelitian lebih lanjut mengenai peranan laut pada perubahan iklim agar dapat dilaporkan kepada forum IPCC.

Pertemuan IPCC ke-31 ini akan dilaksanakan pada 26-29 Oktober. IPCC adalah lembaga tertinggi di dunia yang menangani dampak perubahan iklim. Organisasi tersebut didirikan oleh Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) dan Program Lingkungan Hidup PBB (UNEP).

IPCC saat ini sedang menyusun laporan perubahan iklim kelima, yang direncanakan selesai pada 2014. IPCC menggunakan data-data hasil penelitian ilmiah dari berbagai lembaga riset dan tidak melakukan penelitian tersendiri atau memantau langsung dampak perubahan iklim.

Sumber : Jakarta Post

Coral Reefs Could Be Carbon absorption


Thursday, 7 MAY 2009 | 01:36 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Absorption of carbon (carbon sinks) in the process through the media asimilasi possible coral reefs occur, especially in the area of Indonesia where the majority of its area consists of the sea.

Researcher field Oseanografi Indonesian Institute of Science (LIPI) Kurnaen Sumadiharga in Jakarta on Wednesday, said, the issue of absorption of carbon through the media coral reefs are to be used as the main discussion topic in the Conference or the World Marine World Ocean Conference (WOC) and Coral Triangle Initiative (CTI) in Manado, 11-14 May 2009.

He explains, fotosintesa process may be done by the plants that have leaves or chlorophyll klorofil. According to him, coral reefs consist of elements from the animals called coral polyp that do mutualisme symbiosis with plants, alga, the green seaweed.

"Tumbuhan this is indeed the process fotosintesa, even in the water," he said. Fotosintesa process, he said, require carbon dioxide (CO2) and sunlight, then produce oxygen (O2), water and sugar. The CO2 which is the main material fotosintesa process, he said, is also available in the sea.

He said that, at night, while coral reefs do not asimilasi, this plant would produce CO2. "Carbon is produced at night is what becomes the main material of a fotosintesa process," he said.

Therefore, he continued, the existence of coral reefs should be maintained and utilized as well as possible to anticipate the occurrence of climate change.

Deputy Assistant Damage Control of Marine and Coastal Conservation Improvement Deputy Natural Resources of the Ministry of the State Environmental Rev. Indraningsih menuturkan, the existence of coral reefs in Indonesia should be strongly guarded. According to him, other than caused by the use of explosive materials, global climate change some time this is also one of the causes of damage to coral reefs.

He says, result in climate change to increase sea-water temperature. "The temperature of sea water rose 2-3 degrees Celsius in two consecutive days caused damage to coral reefs," he said. Conditions such as this, he continued, have also started contamination in the area of Indonesia.


Wah
Source: Antara

INDONESIAN VERSION :

KAMIS, 7 MEI 2009 | 01:36 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Penyerapan karbon (carbon sink) dalam proses asimilasi melalui media terumbu karang dimungkinkan terjadi, khususnya di kawasan Indonesia yang sebagian besar wilayahnya terdiri dari lautan.

Peneliti Bidang Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Kurnaen Sumadiharga di Jakarta, Rabu, mengatakan, isu penyerapan karbon melalui media terumbu karang ini harus dijadikan topik bahasan utama dalam Konferensi Kelautan Dunia atau World Ocean Conference (WOC) dan Coral Triangle Initiative (CTI) di Manado, 11-14 Mei 2009.

Ia menjelaskan, proses fotosintesa mungkin dilakukan oleh tumbuhan yang memiliki zat hijau daun atau klorofil. Menurut dia, terumbu karang terdiri dari unsur binatang karang bernama Polip yang melakukan simbiosis mutualisme dengan tumbuhan alga, yakni ganggang hijau.

"Tumbuhan inilah yang sesungguhnya melakukan proses fotosintesa, sekalipun di dalam air," katanya. Proses fotosintesa, kata dia, memerlukan karbon dioksida (CO2) serta sinar matahari, yang selanjutnya menghasilkan oksigen (O2), air serta gula. Adapun CO2 yang menjadi bahan utama proses fotosintesa, kata dia, juga tersedia di laut.

Ia mengatakan, pada malam hari, saat terumbu karang tidak melakukan asimilasi, tumbuhan ini justru menghasilkan CO2. "Karbon yang dihasilkan saat malam hari inilah yang menjadi bahan utama terjadinya proses fotosintesa," katanya.

Oleh karena itu, lanjut dia, keberadaan terumbu karang ini harus dipelihara dan dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk mengantisipasi terjadinya perubahan iklim.

Asisten Deputi Pengendalian Kerusakan Pesisir dan Laut Deputi Bidang Peningkatan Konservasi Sumber Daya Alam Kementerian Negara Lingkungan Hidup Wahyu Indraningsih menuturkan, keberadaan terumbu karang di Indonesia harus benar-benar dijaga. Menurut dia, selain disebabkan oleh penggunaan bahan peledak, perubahan iklim global beberapa waktu terakhir ini juga menjadi salah satu penyebab rusaknya terumbu karang.

Ia mengatakan, perubahan iklim berakibat terhadap naiknya suhu air laut. "Suhu air laut yang naik 2-3 derajat Celcius dalam dua minggu berturut-turut menyebabkan kerusakan terumbu karang," katanya. Kondisi semacam ini, lanjut dia, juga sudah mulai terindikasi di wilayah Indonesia.


WAH
Sumber : Antara

NOT EAT MEAT, PREVENT GLOBAL WARMING


TUESDAY, 12 MAY 2009 | 12:33 WIB
CIREBON, KOMPAS.com - urban and rural people can participate in the global warming by reducing the eating of meat.

"Reduce eating meat, because eating meat with the means to reduce livestock," said the practitioners of global warming Supreme Master Television, Contribute, Jakarta Murniati Kamarga seminars before the implementation of the Global Warming threaten the safety Planet Earth, in Cirebon, on Tuesday (12 / 5).

According to him, cattle breeding, goat, buffalo, sheep and poultry are involved in global warming. With the eating of meat, which also means it will reduce livestock impact to the land for dihijaukan that serves as a forest.

On the other hand, global warming can be reduced with organic fertilization promote a pattern believed to be oxygen enriched.

In addition, a person can not eat meat at all (vegetarian) means the individual has been involved to reduce greenhouse gases that cause global warming.

"Vegetarian is recommended to reduce global warming. Vegetarian, in addition to maintaining the health body, also means reducing the consumption of meat," he added.

Therefore, the purpose of the seminar is to provide understanding of the broadest community, the participants from among students, teachers, youth organizations and women's organizations, amounting to around 300 people.

All communities affected by global warming, both in urban and in rural areas. "Therefore, all need to participate to minimize it," he said.


BNJ
Source: Ant

INDONESIAN VERSION :

SELASA, 12 MEI 2009 | 12:33 WIB
CIREBON, KOMPAS.com — Masyarakat perkotaan dan pedesaan dapat berpartisipasi mengatasi pemanasan global dengan cara mengurangi makan daging.

"Kurangi makan daging, karena dengan mengurangi makan daging berarti mengurangi peternakan," kata praktisi pemanasan global dari Supreme Master Television, Kontribusi Jakarta, Murniati Kamarga sebelum pelaksanaan seminar Global Warming Mengancam Keselamatan Planet Bumi, di Cirebon, Selasa (12/5).

Menurut dia, peternakan sapi, kambing, kerbau, domba maupun unggas sangat berperan dalam pemanasan global. Dengan mengurangi makan daging, yang berarti pula mengurangi peternakan maka akan berdampak kepada lahan untuk dihijaukan yang berfungsi sebagai hutan.

Di pihak lain, pemanasan global bisa dikurangi dengan menggalakkan pola pemupukan organik yang diyakini bisa memperkaya oksigen.

Selain itu, bisa menjadi orang tidak makan daging sama sekali (vegetarian) berarti secara individu telah ikut mengurangi gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global.

"Vegetarian sangat dianjurkan guna mengurangi pemanasan global. Vegetarian, di samping menjaga kesehatan tubuh, juga berarti mengurangi konsumsi daging," tambahnya.

Oleh karena tujuan seminar itu untuk memberi pengertian pada masyarakat seluas-luasnya, maka pesertanya terdiri dari kalangan pelajar, guru, organisasi pemuda dan organisasi wanita yang berjumlah sekitar 300 orang.

Semua masyarakat terkena dampak pemanasan global, baik di perkotaan maupun di pedesaan. "Karena itu, semua perlu berpartisipasi untuk menguranginya," katanya.


BNJ
Sumber : Ant

2100 , WORLD WILL VERY WARM



Thursday, 16 April 2009 | 13:56 WIB
COLORADO, KOMPAS.com - Threats global warming can still be removed in a number of very large if all countries cut-out of greenhouse gases, which trap heat, up to 70 percent in this century, so the results of a new analysis.

Although global temperatures will rise, some aspects of climate change the most potentially dangerous to, including the loss of Arctic sea ice and frozen ground and the increase in surface sea water light, can be avoided.

Study, led by several scientists from the National Center for Atmospheric Research (NCAR), planned to broadcast next weekend in Geophysical Research Letters. Research was funded by the Department of Energy and National Science Foundation, penaja NCAR.

"This research shows we can no longer avoid the warming light during this century," said NCAR scientist Warren Washington, leading researchers.

Average temperatures worldwide have increased warm near 1 degree celsius (nearly 1.8 degrees Fahrenheit) since pre-industrial era. Most of the warming caused by greenhouse gases out that the man, especially carbon dioxide.

Gases trap heat that it has increased the level of pre-industrial era, about 284 parts per million (ppm) in the atmosphere so more than 380 ppm today.

While the study shows that the additional warming of 1 degree celsius (1.8 degrees Fahrenheit) may be the beginning of the dangerous climate change, the EU has been a dramatic reduction in call-out gas and carbon dioxide gases. U.S. Congress also are discussing the problem.

In order to assess the impact of such reduction of the climate in the world, Washington, and colleagues conducted a global study superkomputer using the Community Climate System Model, which is based on the NCAR.

Assumes they are, the level of carbon dioxide can be maintained at 450 ppm in the number of this century. That number comes from the U.S. Climate Change Science Program, which has been set as a 450 ppm target is achieved if the world can quickly adjust the action and preservation of new green technology to reduce the gas-out dramatically.

Conversely, out of gas now is in the path to the 750 ppm level in 2100 at the latest if not brought under control.

Results showed that the team is put on carbon dioxide level of 450 ppm, global temperatures will rise as much as 0.6 degrees celsius (about 1 degree Fahrenheit) above the current record until the end of this century.

Conversely, the study showed, the temperature will rise nearly as much as four times that number, so 2.2 degrees celsius (4 degrees Fahrenheit) above the note at this time, if left out of gas continues on track at this time.

Holding the level of carbon dioxide at 450 ppm the number will have impact on others, such studies estimated that the climate example.

The increase in surface sea water due to increase in summer because the water temperature menghangat will be 14 centimeters (about 5.5 inches) and not 22 centimeters (8.7 inches). Increase of light surface sea water is estimated to occur due to liquefaction akan layers and glacier ice.

The volume of Arctic ice in the summer shrink as much as a quarter and is estimated to be stable in 2100 at the latest. A research has been stated, the summer ice will disappear altogether in this century if the gas-out remains on the level at this time.

Arctic warming will be reduced so that half the population to help preserve the fish and sea birds and marine mammals in the animal region at the north such as the Bering Sea.

Regional changes in light snow, including a decrease in snow in the U.S. Southwest and the increase in Norhteast U.S. and Canada, will be reduced to half if the gas can be out on the level of 450 ppm.

Weather system that will be stable until around 2100, and not hold menghangat. Research team is using the simulation superkomputer order to compare the usual scenario of events through-out dramatic reduction of carbon dioxide that began in about a decade.

The author of the study are stressed, they do not examine how such a reduction can be achieved or recommend a particular policy.

"Our goal is to provide policy for the appropriate research so that they can make a decision after obtaining information," said Washington.

"This study provides a hope that we can avoid the worst impacts of climate change, if people can reduce the amount of filth in the large for some decades to come and continue along the main reduction of this century.

INDONESIAN VERSION :
Kamis, 16 April 2009 | 13:56 WIB
COLORADO, KOMPAS.com — Ancaman pemanasan global masih dapat dihilangkan dalam jumlah sangat besar jika semua negara memangkas buangan gas rumah kaca, yang memerangkap panas, sampai 70 persen pada abad ini, demikian hasil satu analisis baru.

Meskipun temperatur global akan naik, sebagian aspek perubahan iklim yang paling berpotensi menimbulkan bahaya terhadap, termasuk kehilangan besar es laut Kutub Utara dan tanah beku serta kenaikan mencolok permukaan air laut, dapat dihindari.

Studi tersebut, yang dipimpin oleh beberapa ilmuwan dari National Center for Atmospheric Research (NCAR), direncanakan disiarkan pekan depan di dalam Geophysical Research Letters. Penelitian itu didanai oleh Department of Energy dan National Science Foundation, penaja NCAR.

"Penelitian ini menunjukkan kita tidak lagi dapat menghindari pemanasan mencolok selama abad ini," kata ilmuwan NCAR Warren Washington, pemimpin peneliti tersebut.

Temperatur rata-rata global telah bertambah hangat mendekati 1 derajat celsius (hampir 1,8 derajat fahrenheit) sejak era pra-industri. Kebanyakan pemanasan disebabkan oleh buangan gas rumah kaca yang dihasilkan manusia, terutama karbon dioksida.

Gas yang memerangkap panas itu telah naik dari tingkat era pra-industri sekitar 284 bagian per juta (ppm) di atmosfer jadi lebih dari 380 ppm hari ini.

Sementara penelitian tersebut memperlihatkan bahwa pemanasan tambahan sebesar 1 derajat celsius (1,8 derajat fahrenheit) mungkin menjadi permulaan bagi perubahan iklim yang berbahaya, Uni Eropa telah menyerukan pengurangan dramatis buangan gas karbon dioksida dan gas rumah kaca. Kongres AS juga sedang membahas masalah itu.

Guna mengkaji dampak pengurangan semacam itu terhadap iklim di dunia, Washington dan rekannya melakukan kajian superkomputer global dengan menggunakan Community Climate System Model, yang berpusat di NCAR.

Mereka berasumsi, tingkat karbon dioksida dapat dipertahankan pada angka 450 ppm pada penghujung abad ini. Jumlah tersebut berasal dari US Climate Change Science Program, yang telah menetapkan 450 ppm sebagai sasaran yang bisa dicapai jika dunia secara cepat menyesuaikan tindakan pelestarian dan teknologi hijau baru guna mengurangi buangan gas secara dramatis.

Sebaliknya, buangan gas sekarang berada di jalur menuju tingkat 750 ppm paling lambat pada 2100 jika tak dikendalikan.

Hasil tim tersebut memperlihatkan kalau karbon dioksida ditahan pada tingkat 450 ppm, temperatur global akan naik sebesar 0,6 derajat celsius (sekitar 1 derajat fahrenheit) di atas catatan saat ini sampai akhir abad ini.

Sebaliknya, studi itu memperlihatkan, temperatur akan naik hampir sebesar empat kali jumlah tersebut, jadi 2,2 derajat celsius (4 derajat fahrenheit) di atas catatan saat ini, kalau buangan gas dibiarkan terus berlanjut di jalurnya saat ini.

Menahan tingkat karbon dioksida pada angka 450 ppm akan memiliki dampak lain, demikian perkiraan studi contoh iklim itu.

Kenaikan permukaan air laut akibat peningkatan panas karena temperatur air menghangat akan menjadi 14 sentimeter (sekitar 5,5 inci) dan bukan 22 sentimeter (8,7 inci). Kenaikan mencolok permukaan air laut diperkirakan akan terjadi karena pencairan lapisan es dan gletser.

Volume es Kutub Utara pada musim panas menyusut sebanyak seperempat dan diperkirakan akan stabil paling lambat pada 2100. Suatu penelitian telah menyatakan, es musim panas akan hilang sama sekali pada abad ini jika buangan gas tetap pada tingkat saat ini.

Pemanasan Kutub Utara akan berkurang separuhnya sehingga membantu melestarikan populasi ikan dan burung laut serta hewan mamalia laut di wilayah seperti di bagian utara Laut Bering.

Perubahan salju regional secara mencolok, termasuk penurunan salju di US Southwest dan peningkatan di US Norhteast serta Kanada, akan berkurang sampai separuh kalau buangan gas dapat dipertahankan pada tingkat 450 ppm.

Sistem cuaca itu akan stabil sampai sekitar 2100, dan bukan terus menghangat. Tim penelitian tersebut menggunakan simulasi superkomputer guna membandingkan skenario peristiwa biasa melalui pengurangan dramatis buangan karbon dioksida yang dimulai dalam waktu sekitar satu dasawarsa.

Penulis kajian tersebut menegaskan, mereka tidak mengkaji bagaimana pengurangan seperti itu dapat dicapai atau menyarankan kebijakan tertentu.

"Tujuan kami ialah menyediakan bagi pembuat kebijakan penelitian yang sesuai sehingga mereka dapat membuat keputusan setelah mendapat keterangan," kata Washington.

"Studi ini menyediakan suatu harapan bahwa kita dapat menghindari dampak terburuk perubahan iklim, jika masyarakat dapat mengurangi buangan dalam jumlah besar selama beberapa dasawarsa mendatang dan melanjutkan pengurangan utama sepanjang abad ini.

GLOBAL WARMING PICTURES